Terdengar pintu rumah dibuka dari luar. Lampu ruang keluarga menyala. Dan dari ruang keluarga mulai terdengar percakapan.
Horeee…mereka sudah kembali dari liburan. Rumah tidak akan sepi lagi setelah ini.
Hampir dua minggu ini rumah sepi karena seisi rumah berlibur ke Indonesia.
Esok harinya, suasana rumah kembali seperti biasa. Sesekali terdengar suara Ibu, Ayah, Shifa, dan Al dengan kegiatan mereka masing-masing.
Menjelang sore, Ibu membuka lemari dan menata baju-baju yang sudah dilipat. Ibu hari ini tampaknya sibuk mencuci dan membereskan pakaian-pakaian yang dibawa selama liburan.
Kemudian Ibu meletakkan satu helai kain di antara kami. Warnanya broken white, dengan hiasan gambar bunga berwarna merah cenderung marun.
“Halo…saya Tanjung Bumi, berasal dari Bangkalan, Madura. Ibu membawa saya pulang sewaktu berkunjung ke Pulau Madura”.Batik Tanjung Bumi menyapa pendatang baru itu.
“Oh, halo…saya Gajah Oling, dari Banyuwangi. Perempuan itu membeli saya di Sentra Batik Desa Tampo, Banyuwangi.”
“Kami memanggilnya Ibu..,” kata saya mengoreksi Batik Gajah Oling, yang menyebut Ibu dengan sebutan “Perempuan itu”.
Kami pun kemudian larut dalam perbincangan.
Saya Batik Jlamprang, berasal dari Pekalongan. Bolehdibilang saya termasuk kain-kain pertama yang dimiliki Ibu. Saya diberikan ke Ibu sebagai salah satu hantaran pernikahan beliau dengan Ayah.
Seperti sebagian besar kain dari Jawa Tengah, warna saya cenderung gelap. Hanya nuansa coklat dan hitam.
Terkadang saya merasa Ibu lebih menyukai kain-kain lainnya, yang lebih baru, dengan warna yang lebih cerah atau lebih elegan.
Atau Ibu sepertinya lebih menyayangi Kain Tenun Ende, yang dibawa Ayah sebagai souvenir sewaktu Ayah melakukan perjalanan dinas ke Ende, Nusa Tenggara Timur.
Atau Ibu menyukai Kain Jumputan Palembang? Kain itu diberikan oleh Mama beliau, sebagai warisan turun temurun dari keluarga Papa yang berasal dari Palembang.
Mungkin juga Ibu menyukai Batik Banyumas dengan motif dan warna yang cantik itu?
Saya terkadang penasaran, siapa ya yang paling disayang Ibu?
Keesokan harinya, Ibu masih mengambil cuti dari pekerjaannya. Beliau membuka kembali lemari tempat kami disimpan, dan mengeluarkan kami satu per satu.
Ini waktu yang kami tunggu-tunggu. Ibu membuka lipatan kami dan menggantungkan kami di udara terbuka.
“Mengapa Ibu suka membeli kain setiap kita berlibur ke daerah-daerah di Indonesia?”, tanya Shifa sambil memerhatikan Ibu menata kami di jemuran.
“Budaya bangsa Indonesia sangat kaya, Mbak, dengan begitu banyak suku-suku, serta adat kebiasaannya. Tiap daerah mempunyai kain dengan kekhasan tersendiri. Dari coraknya, warnanya, bahannya, teknik pembuatannya. Bahkan coraknya pun mempunyai makna-makna berbeda.”
Ibu melanjutkan, “dengan memiliki kain-kain ini, selain memang sangat cantik, Ibu berharap budaya ini akan terus terjaga.”
“Kalau begitu, dari semua ini which one you love the most?” tanya Shifa lagi.
Mendengar pertanyaan ini, kami serentak menatap Ibu.
“Hmmm..tidak ada” jawab Ibu.
Semua terdiam. Kami tidak berani menatap Ibu. Jadi…jadi..selama ini…
“Karena Ibu mencintai semua ini very very very much hehehhe”Ibu dan Shifa tertawa bersama.
Yeayy…kami semua bersorak gembira mendengar jawaban Ibu.
Mulai saat ini, saya tidak penasaran lagi, karena tau, Ibu menyayangi kami semua…
Judul: Siapa yang paling disayang Ibu?
Amalia Tristiana – KCBI Cabang Singapura
Notes:
Ini tulisan ku di Lomba Menulis memperingati Hari Batik Nasional 2021 yang diselenggarakan oleh KCBI.
Aku gabung KCBI atau Komunitas Cinta Berkain Indonesia atas ajakan Ninda. Menarik juga, aku pikir..karena sebelumnya bagi aku memakai kain itu = kondangan hahahaha. Padahal, kalau kreatif cara makenya..ya gak jauh beda dengan rok panjang atau celana panjang. Apalagi motif dan jenis kain Nusantara cantik2 banget!
Oh ya, di Lomba itu tulisan ku dapat juara ke-3 loh :D
Hadiahnya lukisan karya Ibu Ina Rachma dan… kain batik cantik tentu saja!
Ini penulis cerita dengan hadiah kain dan lukisan...lol